kelompok

Jumat, 26 Oktober 2012

gangguan orientasi


Gangguan orientasi realitas adalah ketidakmampuan klien menilai dan berespons pada realitas.  Klien tidak dapat membedakan rangsang internal dan eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan. Klien tidak mampu memberi respons secara akurat, sehingga tampak perilaku yang sukar dimengerti dan mungkin menakutkan.
            Gangguan orientasi realitas disebabkan oleh fungsi otak yang terganggu yaitu fungsi kognitif dan proses fikir, fungsi persepsi, fungsi emosi, fungsi motorik dan fungsi  sosial.  Gangguan pada fungsi kognitif dan persepsi mengakibatkan kemampuan menilai dan menilik terganggu.  Gangguan fungsi emosi, motorik dan sosial mengakibatkan kemampuan berespons terganggu yang tampak dari perilaku non verbal (ekspresi muka, gerakan tubuh) dan perilaku verbal (penampilan hubungan sosial). Oleh karena gangguan orientasi terkait dengan fungsi otak maka gangguan atau respons yang timbul disebut pula respons neurobiologik.
             Umumnya klien dengan gangguan orientasi realitas dibawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal-hal lain. Gejala yang sering menjadi alasan keluarga yaitu halusinasi, waham, isolasi sosial, perilaku kekerasan, kerusakan komunikasi.
             Dalam laporan asuhan keperawatan jiwa ini akan kita bahas lebih jauh tentang salah satu gejala diatas yaitu halusinasi.

B.    Pengertian  Halusinasi
             Hallucinations are perseptions of an external stimulus when no such stimulus is present.  They may involve any of the senses; sight, sound, smell, taste, and touch. (Rawlins, 1993 : 162).
             Halusinasi adalah tanggapan (persepsi) panca indera tanpa rangsang dari luar diri (external).  Halusinasi  dapat berupa halusinasi dengar, lihat, hidu (cium), raba dan kecap.  (Keliat, 1998 : 5).
             Halusinasi suatu pengalaman sensorik tanpa dasar yang mencukupi dalam  rangsangan  luar, namun demikian pasien  menentukan letak asalnya di
luar dirinya sendiri.  ( Left, 1995 : 68 ).
             Halusinasi akustik (pendengaran) sering berbentuk akoasma, suara-suara yang kacau balau yang tidak dapat dibedakan secara tegas dan phonema, suara-suara yang terbentuk suara yang jelas seperti yang berasal dari manusia, hewan atau mesin. (RSJP Banjarmasin, 2001 : 3).                                            
             Jadi dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah persepsi terhadap rangsang dari luar yang tidak nyata dan meskipun rangsangan tidak ada, pasien seolah-olah merasakan dalam keadaan sadar.  Menurut H. G. Morgan dan M. H. Morgan (1991: 42), bentuk halusinasi auditorik/pendengaran yang paling banyak yaitu 95 % dimana halusinasi pendengaran adalah mendengar suara-suara dan bunyi tanpa stimulus nyata dan orang lain.

C.    Faktor Predisposisi dan Presipitasi
             Menurut Stuart dan Sundeen, (1995) halusinasi pada seseorang muncul akibat adanya dua macam faktor, yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi. (Keliat, 1998 : 3)
1.      Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang mungkin  mengakibatkan gangguan orientasi realitas adalah aspek biologis, psikologis dan sosial. 
a.        Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak/SSP dapat menimbulkan gangguan seperti :
1)           Hambatan perkembangan khususnya korteks frontal, temporal, dan limbik. Gejala yang mungkin timbul adalah: hambatan dalam belajar, berbicara dan daya ingat.
2)           Pertumbuhan dan perkembangan individu pada pranatal, perinatal, neonatus dan kanak-kanak.
b.       Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis dari klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau kekerasan dalam kehidupan klien.  Penolakan dapat dirasakan dari ibu, pengasuh atau teman yang bersikap dingin, cemas, tidak sensitif atau bahkan terlalu melindungi.  Pola asuh usia kanak-kanak yang tidak adekuat misalnya tidak ada kasih sayang, diwarnai kekerasan, ada kekosongan emosi. Konflik dan kekerasan dalam keluarga (pertengkaran orangtua, aniaya dan kekerasan rumah tangga) merupakan lingkungan resiko gangguan orientasi realitas.
c.        Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi gangguan orientasi realitas seperti kemiskinan, konflik sosial budaya, kehidupan yang terisolasi disertai stres yang menumpuk.
2.      Faktor Presipitasi
Umumnya sebelum timbul gejala klien mengalami hubungan yang bermusuhan,  tekanan,  isolasi, pengangguran, yang disertai perasaan tidak
berguna, tidak berdaya dan putus asa.

D.    Rentang Respon Neurobiologik
             Respon klien atau gejala dan tanda yang dapat dideteksi dari berbagai respon yang terkait dengan fungsi otak yaitu kognisi, persepsi, emosi, perilaku dan sosialisasi,  yang juga saling berhubungan, dapat dilihat pada bagan rentang respon dibawah ini (Stuart & Sundeen, 1998 : 300)
 

  Respon Adaptif                                                              Respon Maladaptif
Pikiran logis
Persepsi akurat
Emosi konsisten dengan pengalaman
Perilaku sesuai
Hubungan sosial

Pikiran kadang menyimpang
Ilusi
Reaksi  emosional berlebihan atau kurang
Perilaku ganjil atau tak lazim
Menarik diri
Kelainan pikiran atau delusi
Halusinasi
Ketidakmampuan untuk mengalami emosi
Ketidakteraturan
Isolasi sosial
Gambar 2.1 Rentang Respon Neurobiologik
                    Respon perilaku klien dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon diatas, sehinnga kita dapat menilai apakah respon tersebut adaptif atau maladaptif. Respon adaptif ditandai dengan pikiran logis, persepsi akurat, emosi konsisten dengan pengalaman, perilaku sesuai, hubungan sosial, tetapi apabila respon berada diantara rentang respon adaptif dan maladaftif ditandai dengan pikiran kadang menyimpang, ilusi, reaksi  emosional berlebihan atau kurang, perilaku ganjil atau tak lazim, menarik diri. Sedangkan pada respon klien yang maladaptif ditandai dengan kelainan pikiran atau delusi, halusinasi, ketidakmampuan untuk mengalami emosi, ketidakteraturan, isolasi sosial.       
E.    Tanda Dan Gejala Halusinasi
             Tanda dan gejala yang didasarkan atas penggolongan (Standar Asuhan Keperawatan  Jiwa RSJP Bogor dikutip oleh RSJP Banjarmasin 2001: 96-98) yaitu :
1.       Penggolongan yang memerlukan Perawatan Total  yaitu bicara, senyum dan tertawa sendiri, mondar-mandir, disorientasi waktu, tempat dan orang, bersikap seperti mendengarkan sesuatu, mata tertuju pada satu arah, mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, mencium, dan merasakan sesuatu yang tidak nyata, konsentrasi kurang, curiga dan bermusuhan, sulit membuat keputusan, cemas, mudah tersinggung, menyalahkan diri sendiri/orang lain, ekspresi wajah tegang
2.       Penggolongan yang memerlukan Perawatan Parsial yaitu bicara, senyum dan tertawa sendiri, mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, mencium, dan merasakan sesuatu yang tidak nyata, mulai dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata, komunikasi sudah bisa diarahkan, sikap curiga dan bermusuhan, interaksi dengan orang lain terganggu, mudah tersinggung, kebersihan diri dengan dibimbing, cemas masih ada, kadang-kadang mengalami gangguan berpikir, mengalami ilusi, reaksi emosional yang berlebihan atau berkurang, perilaku aneh dan tidak biasa.
3.       Penggolongan yang memerlukan Perawatan Minimal yaitu ekspresi tenang, klien sudah mengenal halusinasinya, klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda timbulnya halusinasi, komunikasi klien terarah/kooperatif, perawatan kebersihan diri secara mandiri, klien dapat berkonsentrasi, klien dapat berhubungan dengan orang lain secara baik, berpikir logis, persepsi adekuat, emosi sesuai dengan kenyataan, perilaku sesuai, dapat berinteraksi sosial.

F.     Jenis Halusinasi
              Menurut Stuart dan Sundeen, (1998: 306-307), halusinasi terbagi menjadi :
1.       Halusinasi Pendengaran
Mendengar suara, paling sering suara orang, berkisar dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien, untuk menyelesaikan percakapan antara dua orang atau lebih tentang orang yang sedang berhalusinasi, kadang-kadang suara memerintahkan untuk melakukan hal yang berbahaya. Perilaku yang tampak melirikkan mata kekiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa yang sedang berbicara, mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang sedang tidak berbicara atau kepada benda mati, terlibat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang tidak tampak, menggerak-gerakkan mulut seperti sedang berbicara atau sedang menjawab suara.
2.       Halusinasi Penglihatan
Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar geometrik, gambar karton, dan/atau panorama yang luas dan kompleks.  Penglihatan dapat sesuatu yang menyenangkan atau yang menakutkan seperti monster.
3.       Halusinasi Penciuman
Membau  busuk,  amis dan bau  yang menjijikkan seperti darah, urin, atau
feces. Kadang-kadang terhidu bau harum.
4.       Halusinasi Pengecapan
Merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan seperti rasa darah, urin atau feces.
5.       Halusinasi Perabaan
Mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat.
6.       Senestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena dan arteri, makanan dicerna atau pembentukan urin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar