Gangguan orientasi realitas adalah
ketidakmampuan klien menilai dan berespons pada realitas. Klien tidak dapat membedakan rangsang
internal dan eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan. Klien
tidak mampu memberi respons secara akurat, sehingga tampak perilaku yang sukar
dimengerti dan mungkin menakutkan.
Gangguan
orientasi realitas disebabkan oleh fungsi otak yang terganggu yaitu fungsi
kognitif dan proses fikir, fungsi persepsi, fungsi emosi, fungsi motorik dan
fungsi sosial. Gangguan pada fungsi kognitif dan persepsi
mengakibatkan kemampuan menilai dan menilik terganggu. Gangguan fungsi emosi, motorik dan sosial
mengakibatkan kemampuan berespons terganggu yang tampak dari perilaku non
verbal (ekspresi muka, gerakan tubuh) dan perilaku verbal (penampilan hubungan
sosial). Oleh karena gangguan orientasi terkait dengan fungsi otak maka gangguan
atau respons yang timbul disebut pula respons neurobiologik.
Umumnya klien dengan
gangguan orientasi realitas dibawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak
mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal-hal lain. Gejala yang
sering menjadi alasan keluarga yaitu halusinasi, waham, isolasi sosial,
perilaku kekerasan, kerusakan komunikasi.
Dalam laporan asuhan
keperawatan jiwa ini akan kita bahas lebih jauh tentang salah satu gejala
diatas yaitu halusinasi.
B. Pengertian Halusinasi
Hallucinations are perseptions of an external
stimulus when no such stimulus is present.
They may involve any of the senses; sight, sound, smell, taste, and
touch. (Rawlins, 1993 : 162).
Halusinasi adalah tanggapan
(persepsi) panca indera tanpa rangsang dari luar diri (external). Halusinasi
dapat berupa halusinasi dengar, lihat, hidu (cium), raba dan kecap. (Keliat, 1998 : 5).
Halusinasi suatu pengalaman
sensorik tanpa dasar yang mencukupi dalam
rangsangan luar, namun demikian
pasien menentukan letak asalnya di
luar dirinya
sendiri. ( Left, 1995 : 68 ).
Halusinasi akustik (pendengaran)
sering berbentuk akoasma, suara-suara yang kacau balau yang tidak dapat
dibedakan secara tegas dan phonema, suara-suara yang terbentuk suara yang jelas
seperti yang berasal dari manusia, hewan atau mesin. (RSJP Banjarmasin,
2001 : 3).
Jadi dapat disimpulkan bahwa
halusinasi adalah persepsi terhadap rangsang dari luar yang tidak nyata dan
meskipun rangsangan tidak ada, pasien seolah-olah merasakan dalam keadaan
sadar. Menurut H. G. Morgan dan M. H.
Morgan (1991: 42), bentuk halusinasi auditorik/pendengaran yang paling banyak
yaitu 95 % dimana halusinasi pendengaran adalah mendengar suara-suara dan bunyi
tanpa stimulus nyata dan orang lain.
C.
Faktor Predisposisi dan Presipitasi
Menurut Stuart dan
Sundeen, (1995) halusinasi pada seseorang muncul akibat adanya dua macam
faktor, yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi. (Keliat, 1998 :
3)
1.
Faktor Predisposisi
Faktor
predisposisi yang mungkin mengakibatkan
gangguan orientasi realitas adalah aspek biologis, psikologis dan sosial.
a.
Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak/SSP dapat menimbulkan gangguan
seperti :
1)
Hambatan perkembangan khususnya
korteks frontal, temporal, dan limbik. Gejala yang mungkin timbul adalah:
hambatan dalam belajar, berbicara dan daya ingat.
2)
Pertumbuhan dan perkembangan
individu pada pranatal, perinatal, neonatus dan kanak-kanak.
b.
Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
psikologis dari klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau kekerasan dalam kehidupan klien. Penolakan dapat dirasakan dari ibu, pengasuh
atau teman yang bersikap dingin, cemas, tidak sensitif atau bahkan terlalu melindungi. Pola asuh usia kanak-kanak yang tidak adekuat
misalnya tidak ada kasih sayang, diwarnai kekerasan, ada kekosongan emosi.
Konflik dan kekerasan dalam keluarga (pertengkaran orangtua, aniaya dan
kekerasan rumah tangga) merupakan lingkungan resiko gangguan orientasi
realitas.
c.
Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi gangguan orientasi
realitas seperti kemiskinan, konflik sosial budaya, kehidupan yang terisolasi
disertai stres yang menumpuk.
2.
Faktor Presipitasi
Umumnya sebelum timbul gejala klien
mengalami hubungan yang bermusuhan,
tekanan, isolasi, pengangguran,
yang disertai perasaan tidak
berguna, tidak berdaya dan putus asa.
D.
Rentang Respon Neurobiologik
Respon klien atau gejala dan tanda
yang dapat dideteksi dari berbagai respon yang terkait dengan fungsi otak yaitu
kognisi, persepsi, emosi, perilaku dan sosialisasi, yang juga saling berhubungan, dapat dilihat
pada bagan rentang respon dibawah ini (Stuart & Sundeen, 1998 : 300)
Respon Adaptif Respon
Maladaptif
Pikiran logis
Persepsi akurat
Emosi konsisten dengan pengalaman
Perilaku sesuai
Hubungan sosial
|
Pikiran kadang menyimpang
Ilusi
Reaksi
emosional berlebihan atau kurang
Perilaku ganjil atau tak lazim
Menarik diri
|
Kelainan pikiran atau delusi
Halusinasi
Ketidakmampuan untuk mengalami emosi
Ketidakteraturan
Isolasi sosial
|
Gambar 2.1 Rentang Respon Neurobiologik
Respon perilaku klien dapat diidentifikasi
sepanjang rentang respon diatas, sehinnga kita dapat menilai apakah respon
tersebut adaptif atau maladaptif. Respon adaptif ditandai dengan pikiran logis,
persepsi akurat, emosi konsisten dengan pengalaman, perilaku sesuai, hubungan
sosial, tetapi apabila respon berada diantara rentang respon adaptif dan
maladaftif ditandai dengan pikiran kadang menyimpang, ilusi, reaksi emosional berlebihan atau kurang, perilaku
ganjil atau tak lazim, menarik diri. Sedangkan pada respon klien yang
maladaptif ditandai dengan kelainan pikiran atau delusi, halusinasi,
ketidakmampuan untuk mengalami emosi, ketidakteraturan, isolasi sosial.
E.
Tanda Dan Gejala Halusinasi
Tanda dan gejala yang didasarkan atas penggolongan (Standar Asuhan
Keperawatan Jiwa RSJP Bogor dikutip oleh
RSJP Banjarmasin 2001: 96-98) yaitu :
1.
Penggolongan yang memerlukan
Perawatan Total yaitu bicara, senyum dan
tertawa sendiri, mondar-mandir, disorientasi waktu, tempat dan orang, bersikap
seperti mendengarkan sesuatu, mata tertuju pada satu arah, mengatakan mendengar
suara, melihat, mengecap, mencium, dan merasakan sesuatu yang tidak nyata,
konsentrasi kurang, curiga dan bermusuhan, sulit membuat keputusan, cemas,
mudah tersinggung, menyalahkan diri sendiri/orang lain, ekspresi wajah tegang
2.
Penggolongan yang memerlukan
Perawatan Parsial yaitu bicara, senyum dan tertawa sendiri, mengatakan
mendengar suara, melihat, mengecap, mencium, dan merasakan sesuatu yang tidak
nyata, mulai dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata, komunikasi sudah bisa
diarahkan, sikap curiga dan bermusuhan, interaksi dengan orang lain terganggu,
mudah tersinggung, kebersihan diri dengan dibimbing, cemas masih ada,
kadang-kadang mengalami gangguan berpikir, mengalami ilusi, reaksi emosional
yang berlebihan atau berkurang, perilaku aneh dan tidak biasa.
3.
Penggolongan yang memerlukan
Perawatan Minimal yaitu ekspresi tenang, klien sudah mengenal halusinasinya,
klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda timbulnya halusinasi, komunikasi klien
terarah/kooperatif, perawatan kebersihan diri secara mandiri, klien dapat
berkonsentrasi, klien dapat berhubungan dengan orang lain secara baik, berpikir
logis, persepsi adekuat, emosi sesuai dengan kenyataan, perilaku sesuai, dapat
berinteraksi sosial.
F.
Jenis Halusinasi
Menurut
Stuart dan Sundeen, (1998: 306-307), halusinasi terbagi menjadi :
1.
Halusinasi Pendengaran
Mendengar
suara, paling sering suara orang, berkisar dari suara sederhana sampai suara
yang berbicara mengenai klien, untuk menyelesaikan percakapan antara dua orang
atau lebih tentang orang yang sedang berhalusinasi, kadang-kadang suara
memerintahkan untuk melakukan hal yang berbahaya. Perilaku yang tampak
melirikkan mata kekiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa yang sedang
berbicara, mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang sedang
tidak berbicara atau kepada benda mati, terlibat percakapan dengan benda mati
atau dengan seseorang yang tidak tampak, menggerak-gerakkan mulut seperti
sedang berbicara atau sedang menjawab suara.
2.
Halusinasi Penglihatan
Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar geometrik,
gambar karton, dan/atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan dapat sesuatu yang menyenangkan
atau yang menakutkan seperti monster.
3.
Halusinasi Penciuman
Membau busuk,
amis dan bau yang menjijikkan
seperti darah, urin, atau
feces. Kadang-kadang
terhidu bau harum.
4.
Halusinasi Pengecapan
Merasakan sesuatu yang
busuk, amis dan menjijikkan seperti rasa darah, urin atau feces.
5.
Halusinasi Perabaan
Mengalami rasa sakit
atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat.
6.
Senestetik
Merasakan fungsi tubuh
seperti darah mengalir melalui vena dan arteri, makanan dicerna atau
pembentukan urin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar