Gagal jantung adalah keadaan jantung yang memberikan
sindrom klinik akibat ketidak mampuan jantung memompakan darah secara adekuat,
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme badan meskipun alir balik masih baik.
1. Patofisiologi.
Patofisiologi gagal jantung belum jelas diketahui
seluruhnya. Ada 4 unsur dasar yang menentukan baik tidaknya prilaku jantung
yaitu yang disebut preload, afterload, kontraktilitas, dan frekuensi jantung.
Beberapa mekanisme adaptasi terjadi pada gagal
jantung diantaranya ialah:
1)
Faktor mekanisme berupa hipertrofi dan dilatasi.
Hipertrofi ventrikel karena hiperplasia yang menyebabkan otot jantung bertambah
tidak sebanding dengan jumlah kapiler dan suplai oksigen akan mengakibatkan
insufisiensi koroner relatif. Otot jantung yang hipertrofik masih bekerja baik
pada keadaan kompensasi dibandingkan dengan keadaan sudah dekompensasi. Bila
mekanisme hipertrofi ini tidak memadai sesuai dengan hukum Starling, maka akan
terjadi dilatasi.
2)
Faktor biokimia. Terdapat perubahan biokimia, sampai
saat ini masih terus diselidiki mengenai produksi energi, penyimpanan dan
penggunaannya. Demikian pula mengenai myofibrillar
adenosine triphosphatese activity dan mekanisme kontraksi miokardium serta
meningkatnya konsumsi oksigen.
3)
Peranan sistem saraf adrenergik. Cadangan norepineprin
dalam otot jantung berkurang mungkin karena kesanggupan ujung saraf untuk
mengambil serta mengikat norepineprin berkurang atau berkurangnya jumlah ujung
saraf dalam miokard. Walaupun respons
kronotropik dan intropik terhadap rangsangan simpatis menurun, namun respons
terhadap noradrenalin yang diberikan dari luar masih normal. Bertambahnya
rangsangan simpatis, dengan cara meninggikan kontraksi dapat memperbaiki
keadaan gagal jantung, seta berkurangnya peredaran darah tepi dan ginjal untuk
menambah sirkulasi ke daerah vital. Reseptor alfa berfungsi pada sirkulasi tepi
dan reseptor beta untuk meninggikan frekuensi dan kontraksi ventrikel. Dengan
pemberian obat pemblok beta ( propranolol, praktolol dsb ) maka gagal jantung
bertambah nyata. Metabolisme katekolamin bertambah pada gagal jantung yang
terbukti dari ekskresinya yang meningkat dalam urine.
4)
Peranan ginjal. Kegagalan ginjal untuk mengeluarkan
natrium dan air karena:
a)
Bertambahnya reabsorbsi natrium pada tubulus.
b)
Aliran darah ke ginjal relatif menurun sehingga laju
filtrasi glomerolus menurun dan produksi urine berkurang.
c)
Peningkatan rangsangan simpatis.
d)
Menurunnya aliran darah ke ginjal akan merangsang
pengeluaran renin yang selanjutnya melalui angiotensin akan mengakibatkan
rangsangan pembentukan aldosteron.
2. Manifestasi Klinik.
Gejala klinik yang timbul ada kaitannya dengan
beberapa mekanisme yang terjadi pada gagal jantung. Mekanisme tersebut berupa
perubahan pada jantung sendiri dengan terjadinya hipertrofi dan dilatasi
ventrikel. Mekanisme lain berupa
perubahan biokimia intra dan ekstraselular seluruh jaringan, meningkatnya
metabolisme katekolamin, pergeseran kurve disosiasi oksihemoglobin, perubahan
pada paru, ginjal dan sirkulasi darah tepi.
Secara hemodinamik, gejala klinik gagal jantung pada bayi dan
anak dapat digolongkan dalam 3 golongan ialah:
1)
Gejala Perubahan Pada Jantung / Kerja Jantung.
a)
Takikardia: pada bayi frekuensi sering diatas 150 –
200/menit. Pada anak diatas 100 – 150/menit sebagai akibat rangsangan simpatis
dan bridge refleks.
b)
Kardiomegali: hipertrofi yang terjadi pada 90% bayi
dengan penyakit jantung bawaan; pada suatu waktu akan mengalami dilatasi (hukum
Frank Starling). Ada beberapa keadaan yang tidak menimbulkan kardiomegali,
yaitu fase awal miokarditis, atresia v pulmonalis, koritriatum dan anomali
drainase vena. Kardiomegali lebih mudah dilihat secara radiologis.
c)
Irama derap (gallop rhythm); adanya irama derap pada
penyakit jantung bawaan biasanya menunjukan gagal jantung, sedangkan pada
penyakit jantung reumatik irama gallop menunjukan karditis aktif. Biasanya
berupa derap protodistolik yang timbul 0,10 detik sesudah bunyi jantung II,
pada saat pengisian ventrikel yang cepat.
d)
Failure to thrive; gangguan pertumbuhan yang terjadi
karena menurunnya curah jantung, gangguan pernafasan, kesukaran masukan kalori
dan hipermetabolisme sekunder terhadap meningkatnya rangsangan simpatis.
e)
Keringat berlebihan. Sering dijumpai pada bayi dengan
gagal jantung yang diduga karena gangguan fungsi jantung menyebabkan rangsangan
simpatik.
f)
Pulsasi arteri melemah dan tekanan nadi mengecil yang
terjadi sebagai akibat menurunnya curah jantung.
2)
Gejala Kongesti.
Bendungan paru ialah keadaan terjadinya bendungan
vaskuler dan perubahan anatomik jaringan paru sebagai akibat kegagalan
ventrikel kiri.
a)
Takipnea: bayi dengan gagal jantung dalam keadaan
tidur menunjukan frekuensi pernafasan 50 – 100 kali/menit. Sifat pernafasan
yang cepat dan dangkal ini disebabkan oleh terangsangnya berbagai reseptor yang
ada pada paru dan jantung.
b)
Kesukaran minum: keluhan ini sering menyebabkan pasien
dibawa ke dokter. Bayi tersebut tampak cepat lelah pada waktu minum.
c)
Mengi dapat terdengar sebagai akibat kompresi jalan
nafas atau edema paru. Sputum tercampur darah.
d)
Kapasitas vital menurun akibat kongestif dan edema
paru.
3)
Gejala Bendungan Sistem Vena.
Bila gejala ini timbul tanpa disertai gejala
hubungan paru disebut gagal jantung kanan murni, sedangkan bila disebabkan oleh
gagal jantung kiri disebut gagal jantung kongestif. Gejala bendungan vena akan
terlihat sebagai:
a)
Hepatomagali: pembesaran hati termasuk tanda penting
dan terjadi dengan cepat pada bayi karena relatif lebih mudah teregang.
b)
Peninggian tekanan vena jugularis: sukar dinilai
terutama pada bayi.
c)
Edema: pada bayi jarang terjadi segera. Kenaikan berat
badan 200-300 gram dalam 24 jam
merupakan petunjuk adanya retensi cairan. Pembengkakan dapat terlihat di daerah
punggung (sakrum), bagian punggung tangan, dan tungkai serta sekitar mata.
3. Pemeriksaan Diagnostik.
1)
Pemeriksaan Darah.
Pada gagal jantung, hemoglobin dan eritrosit menurun sedikit
karena hemodilusi, kadar hemoglobin dibawah 5 gr% sewaktu-waktu dapat
menimbulkan gagal jantung setidak-tidaknya keadaan anemia akan menyebabkan
bertambannya beban jantung. Jumlah leukosit dapat meninggi; bila sangat
meninggi mungkin terdapat super infeksi, endokarditis atau sepsis yang akan
memberatkan jantung. Laju endap darah biasanya menurun; bila gagal jantung
dapat diatasi tetapi infeksi atau karditis masih aktif ada, maka laju endap
darah akan meningkat. Terdapat hipoglikemia dan berkurangnya cadangan glikogen
dalam hati. Kadar natrium dalam darah sedikit menurun walaupun natrium total
bertambah. Keadaan asam basa tergantung pada keadaan metabolisme, masukan kalori,
keadaan paru, besarnya pirau dan fungsi ginjal.
2)
Pemeriksaan Urine.
Jumlah pengeluaran urine berkurang, berat jenis meninggi;
terdapat albuminuria sementara dan hematuria mikroskopis.
3)
Pemeriksaan Radiologi.
Tampak pembesaran jantung dengan kongestif paru. Pemeriksaan
sinar tembus tidak banyak membantu, sedangkan pemeriksaan dengan barium sering
menimbulkan aspirasi pneumonia. Pada keadaan tertentu diperlukan pemeriksaan
isotop scanning technique
ekokardiografi, ekokardiogram atau angiokardiogram.
4)
Kateterisasi Jantung.
Biasanya ditemukan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri,
atrium kiri dan tekanan v. pulmonalis meninggi, sedangkan tekanan atrium kanan
baru meninggi pada keadaan lanjut. Gejala gagal jantung pada bayi/anak perlu
dipahami agar tidak terlambat memberikan pertolongan. Gejala yang penting
adalah takikardia, takipnea, irama derap, kardiomegali dan hepatomegali. Ada
beberapa penyakit bayi yang menyerupai gagal jantung seperti sindrom gangguan
pernafasan (RDS), bronkiolitis akut, fistula trakeo-esofagus, hernia
diafragmatica dan lainnya.
4. Penatalaksanaan Medik.
Pengobatan konservatif/paliatif pada dasarnya diberikan hanya
untuk menunggu saat terbaik untuk melakukan tindakan bedah pada pasien yang potentially curable. Dasar pengobatan
gagal jantung pada bayi dan anak ialah:
1)
Istirahat.
Kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus benar-benar
dikurangi dengan tirah baring (bed rest)
mengingat konsumsi oksigen yang relatif meningkat. Dengan istirahat benar,
gejala-gejala gagal jantung dapat jauh berkurang.
2)
Digitalisasi.
Secara kronotropik dan inotropik maka digitalis
akan memperbaiki kerja jantung dengan memperlambat, memperkuat kontraksi otot
jantung, dan meninggikan curah jantung. Digoksin merupakan preparat yang
terbanyak dipakai. Beberapa hal yang harus diperhatikan selama digitalisasi
ialah:
a)
Efek digitalis sangat individual.
b)
Harus ditulis dengan jelas preparat apa yang
digunakan, cara pemberiannya (oral/intra muskular intra vena), total digitalis,
dosis tiap kali dan jadwal pemberiannya.
c)
Pada pasien yang berobat jalan diberikan penerangan
yang jelas pada orang tuanya tentang pemakaian, cara penyimpanan dan
kemungkinan tanda-tanda keracunan.
3)
Diuretik.
Diuretik sangat berguna diberikan pada keadaan digitalis yang
tidak memadai. Preparat diuretik seperti diuretik merkurial dan golongan tiazid
telah digantikan dengan asam etakrinik dan furosemid yang bekerja pada bagian
distal korteks tubuli dan memblokade transport natrium di ansa henle dan ascending limb.
4)
Diet.
Umumnya diberikan makanan lunak rendah garam. Jumlah kalori
sesuai kebutuhan. Pasien dengan gizi kurang diberi makanan tinggi kalori dan
tinggi protein. Cairan diberikan 80-100 ml/kg/BB/hari dengan maksimal 1500
ml/hari.
5)
Pengobatan Penunjang Lain.
a)
Oksigen, pada bayi dengan dekompensasi diberikan
dengan kadar 10-20 % tergantung pada macam kelainannya. Bila dengan menggunakan
tenda atau inkubator diberikan 40-50 %, suhu tubuh dipertahankan 37’C. Aliran
oksigen yang diperlukan ialah 4-5 l/m pada inkubator atau 8-10 l/m pada tenda..
b)
Penenang, luminal, kloralhidrat atau morfin dianjurkan
terutama untuk anak yang gelisah, gejala edema paru akan banyak berkurang
dengan pemberian morfin 0,1-0,2 mg/kgBB cara subkutan.
c)
Untuk mengurangi sesak nafas, bayi dibaringkan dengan
kepala lebih tinggi 20-30 derajat.
d)
Koreksi gangguan keseimbangan asam-basa dan
elektrolit. Dalam keadaan asidosis, digitalis tidak bekerja secara optimal;
sebaliknya dalam keadaan alkalosis dan hipokalemia atau hipokloremia,
diuretikum tidak bekerja baik.
e)
Memperbaiki anemia. Pada gagal jantung yang disebabkan
oleh anemia berat, yang pertama diberikan ialah transfusi darah (lebih baik
packed cells untuk mengurangi beban volume). Pada gagal jantung disertai anemia
kadar Hb kurang dari 7 gr% sebaiknya diberikan transfusi darah dengan
perlahan-lahan dan hati-hati.
f)
Antibiotika. Pada gagal jantung dianjurkan pemberian
antibiotikum dengan spektrum luas mengingat tingginya frekuensi infeksi saluran
nafas, sebaiknya didahului dengan biakan usap tenggorok dan uji sensitifitas.
g)
Rotating Torniquet. Pada edema paru yang akut dapat
dilakukan pemasangan torniket pada salah satu anggota gerak secara berputar
bergantian untuk meringankan gejala.
h)
Vena seksi. Jarang dilakukan, hanya bila perlu saja.
5. Keperawatan.
Gejala-gejala sebagai data subyektif dan obyektif
yang dijumpai pada gagal jantung kiri adalah sesak nafas (menonjol), terdapat
pada malam hari (paroxismal noctural dyspnea); dapat terjadi pada saat pasien
berbaring tanpa bantal dan menghilang pada waktu duduk (ortopnea). Pasien
mengeluh lekas lelah (pada bayi bermanifestasi dengan kesulitan minum). Batuk
kronik disertai sputum yang berdarah timbul akibat kongestif mukosa bronkus
diperberat dengan adanya infeksi.
Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah istirahat
mutlak, pemberian oksigen, pemberian obat, pemberian diet, eliminasi,
mobilisasi, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
1)
Istirahat Mutlak
Dengan istirahat tirah baring yang adekuat dapat mengurangi
beban jantung. Oleh karena itu pasien gagal jantung harus benar-benar ditolong
semua kebutuhannya di atas tempat tidur. Jangan dibiarkan pasien melakukan
keinginannya sendiri.
2)
Pemberian Oksigen.
Perlu diperhatikan bahwa oksigen harus melalui pelembab dan
lihatlah apakah O2 dapat masuk secara benar. Hal ini jika
pemberiannya menggunakan kateter sering terlepas atau tersumbat kotoran, karena
setiap pagi harus dibersihkan kemudian dipindahkan ke lubang hidung yang lain
dan jangan lupa bersihkan dahulu lubang hidungnya. Pemberian oksigen secara rumat
biasanya diperlukan 2 L/m dalam keadaan sianosis sekali dapat lebih tinggi.
Pada bayi berikan dengan menggunakan corong, pada anak lebih besar menggunakan
masker. Sikap berbaring kepala lebih tinggi 20-30 derajat atau semi fowler.
3)
Pemberian Obat.
a)
Harus dibaca dengan cermat jenis obat dan cara
pemberiannya. Berikan tanda pada setiap obat yang diberikan, perhatikan reaksi
obatnya.
b)
Jika pasien mendapatkan cairan intravena harus
diperhatikan agar tetesan tidak terlalu cepat karena akan menambah sesak nafas.
Bila pasien mendapatkan diuretikum terlalu lama dapat mengakibatkan gangguan
asam basa dan elektrolit. Jika pengobatan berupa transfusi darah (pada pasien
gagal jantung karena anemia) pemberian darahnya harus perlahan-lahan dan
hati-hati.
4)
Pemberian Diet.
Karena pasien harus makan rendah garam apalagi dalam keadaan
sesak nafas sehingga nafsu makan kurang, maka pendekatan yang baik perlu
dilakukan. Sajikan makanan dalam porsi kecil, dalam keadaan hangat dan
tempatnya menarik. Bujuklah pasien sambil menyuapinya sedikit demi sedikit.
Katakan bahwa makanan sangat penting untuk membantu penyembuhan agar ia lekas
sembuh dan dapat bermain-main seperti teman-temannya atau lekas pulang, karena
nafsu makan pasien gagal jantung umumnya kurang/buruk. Pada pasien yang tidak
mau makan diberikan ekstra susu.
5)
Eliminasi.
Pasien gagal jantung perlu diperhatikan pemasukan dan
pengeluaran cairan selama 24 jam. Urin dikumpulkan dna diukur, begitu juga
pemasukan. Pada pasien yang sangat dispnea biasanya dipasang infus karena ia tidak
dapat minum sesuai dengan kebutuhan (perhatikan tetesan infus jika terlalu
cepat akan membebani kerja jantung).
6)
Mobilisasi.
Bila keadaan gagal jantung teratasi maka pasien memerlukan
adaptasi untuk beraktifitas, mula-mula diajarkan agar ia duduk di pinggir
tempat tidur dengan menggoyang-goyangkan kaki, kemudian belajar berdiri dan
selanjutnya belajar berjalan disekitar tempat tidur. Periksalah nadi pasien
sebelum pasien latihan dan kemudian sesudahnya juga. Suruh pasien segera
istirahat baring setelah latihan, periksa dan catat nadi pasien.
7)
Kurangnya Pengetahuan Orang Tua Mengenai Penyakit.
Orang tua pasien perlu diberi penjelasan mengenai penyakit
anaknya dan katakan terus terang bahwa anaknya dapat meninggal mendadak jika ia
kelelahabn. Oleh karena itu, sampai seberapa jauh pasien beraktifitas harus
atas persetujuan dokter. Bila pasien dirumah perawatannya tidak jauh seperti di
rumah sakit yaitu pasien perlu istirahat cukup, makanan mungkin masih perlu
diet. Terangkan bahwa makanan harus mengandung sayur-sayuran yang berserat agar
tidak menyebabkan anak susah buang air besar.( jelaskan karena jika anak buang
air besar, mengejan akan memberatkan jantungnya yang dapat menyebabkan
penyakitnya kambuh kembali.
REFERENSI
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta; EGC,
Penerbit Buku Kedokteran.