Prinsip terapi nutrisi di klinik
Nutrisi merupakan unsur penting dalam mempertahankan
kapasitas fungsional, pertumbuhan, dan proses penyembuhan penyakit. Serta merupakan komponen integral pada
pengobatan pasien. Sehingga pengetahuan dasar2 terapi nutrisi diperlukan pada
pengobatan pasien
Tujuan kuliah ini adalah :
•
Menjelaskan
jenis dan prevalensi malnutrisi rumah sakit serta dampak malnutrisi pada pasien
•
Menjelaskan
cara identifikasi pasien berrisiko malnutrisi dan penilaian status nutrisi
•
Menjelaskan
metabolisme energi dan nutrien serta cara menentukan kebutuhan nutrisi
•
Menjelaskan implementasi terapi nutrisi baik cara oral,
enteral amupun parenteral
Referensi yang
dipakai pada kuliah ini diambil dari:
•
Buchman (2004) Practical Nutritional support techniques
•
The 11th PENSA, Korea (2006)
•
Total Nutritional Therapy, version 2.0
•
Schlenker ED & Long S (2007) Williams’ Essentials
of Nutrition & Diet Therapy 9th ed.
•
Mahan LK & Escott-Stump (2008) Krause’s
Food&Nutrition Therapy 12th ed.
•
Alpers DH, Stenson WF, Taylor BE, and Bier DM (2008)
Manual of Nutritional Therapeutics 15th ed
Malnutrisi di rumah sakit telah diidentifikasi sejak tahun
1974 oleh Dr. Charles Butterworth.
Malnutrisi adalah keadaan gizi individu akibat kekurangan
maupun kelebihan asupan energi- protein- atau zat gizi tertentu yang berdampak
pada perubahan komposisi tubuh, fungsi organ, dan penyakit.
Dikenal 3 tipe malnutrisi:
1. Malnutrisi kronik merupakan
suatu keadaan akibat berkurangnya asupan zat gizi dalam jangka waktu panjang.
Pada keadaan ini tubuh telah mengalami adaptasi progresif; terjadi penurunan
basal metabolisme yang bertujuan melindungi cadangan energi dan protein. Kondisi
ini dikenal sebagai marasmus
2. Malnutrisi
akut merupakan keadaan yang umumnya terjadi akibat trauma atau insidens
penyakit akut, seperti tindakan operasi, panas tinggi dll, dimana pasien berada
dalam keadaan hipermetabolisme. kebutuhan energi dan protein meningkat dengan
cepat dalam waktu singkat. Kondisi ini dikenal sebagai kwashiorkor
3. Di
klinik sering didapatkan bentuk campuran (kronik ditambah defisit energi secara
akut) dimana pasien menunjukkan tanda
malnutrisi kronik yang diperberat oleh adanya stres (penyakit).
Malnutrisi merupakan penyakit dengan berbagai etiologi, maka
terminologi yang lebih tepat adalah malnutrisi polidefisiensi. Bila ditemukan atau terjadi di RS disebut sebagai
Malnutrisi Rumah Sakit
Malnutrisi
RS merupakan keadaan yang sering ditemukan di RS. Data epidemiologi (dalam dan
luar negeri) menunjukkan : 30 sampai 60% pasien rawat inap dalam keadaan
malnutrisi. Lebih dari 50 %
dari pasien tersebut sudah malnutrisi sejak saat masuk rumah sakit, dan sekitar
75% dari kasus tersebut melanjutkan penurunan berat badan dan penurunan status
gizi selama perawatan rumah sakit. Bahkan lebih dari 10% berkembang menjadi malnutrisi berat. Namun,
hanya 12,5 % dari psien tersebut yang teridentifikasi malnutrisi.Dr. Charles
Butterworth’s dalam makalahnya yang diberi judul “The Skeleton in the Hospital
Closet,” menginformasikan bahwa pengukuran parameter penting untuk penilaian
status gizi sepert tinggi badan dan berat badan jarang dilakukan. Penurunan
kadar petanda status gizi tidak dicermati oleh dokter, sehingga pemberian
substitusi atau suplementasi nutrisi tidak atau terlambat dilaksanakan. Sampai
saat, banyak RS modern yg penyediaan makanan dan formula nutrisi cukup, namun,
malnutrisi masih ditemukan. Hal ini menunjukkan Ketidakperdulian atau
ketidaktahuan dokter akan masalah nutrisi pasien.
Malnutrisi
merupakan masalah serious bagi pasien, ↓ immunitasà ↑ morbiditas à ↑ LOS --> Biaya >>
Malnutrisi
berdampak pada penurunan
imunitas, sehingga pasien rentan infeksi dan komplikasi yang meningkatkan
morbiditas serta perpanjangan lama masa rawat, akibatnya meningkatnya biaya
perawatan.
Banyak peneliti
telah membuktikan bahwa deteksi dini masalah gizi pasien dan penatalaksanaan
nutrisi yang adekuat dapat mempertahankan/memperbaiki status gizi dan
berkurangnya komplikasi.
Skrining gizi
merupakan langkah utama untuk identifikasi pasien berisiko malnutrisi.
Selanjutnya untuk
merencanakan dan memberi terapi gizi yang sesuai perlu didasari oleh hasil
penilaian status gizi (nutrinal assessment).
Data diperoleh
cepat & mudah --> asupan makanan, peß BB
Skrining dan Assessment Gizi dibedakan berdasarkan:
•
Tipe
dan jangkauan informasi yang diperoleh
•
Latarbelakang pendidikan tenaga pelaksana
•
Waktu untuk proses skrining berbeda dgn assessment
•
Biaya proses juga berbeda (tenaga, pemeriksaan dll)
Skrining gizi adalah proses identifikasi karakteristik yang mempunyai
hubungan dengan masalah gizi. Tujuannya
unuk menemukan pasien berrisiko gizi. Pada proses ini tidak membutuhkan
keahlian khusus.
Penilaian status
gizi (Nutritional Assessment) adalah proses mengumpulkan dan mengevaluasi semua data klinik, dietetik,
komposisi tubuh dan biokimiawi dll untuk diagnosis status gizi dan
mengembangkan rencana terapi nutrisi yang tepat. Disini membutuhkan staf yang
mempunyai kemampuan dan kompetensi khusus.
Proses skrining
dapat dilakukan dengan cara yang sederhana misalnya informasi tentang perubahan
berat badan (meningkat atau menurun), perubahan asupan makanan, keluhan yang
berhubungan fungsi saluran cerna (misal mual, muntah, diare).
Dapat dinyatakan
berisiko gizi bila ada peningkatan atau penurunan berat badan yang tdk
direncanakan sebanyak lebih dari 10% pada 6 bulan terakhir, atau lebih dari 5%
pada 1 bulan terakhir. Atau asupan makanan tidak adekuat dalam 5 hari terakhir.
Barrocas et al. J
Am Diet Assoc 1995;95:647-648.
ESPEN 2006
Langkah-langkah
terapi nutrisi:
Bentuk/ jenis
makanan/ formula & suplemen (formulasi terapi nutr)
Pemantauan & evaluasi
D/ kehilangan BB > 5 %/ 1 bulan; > 7,5%/3 bulan
& > 10%/6 bulan
Muscle fs / SGA
Penilaian/diagnosis status gizi
Tidak ada parameter tunggal untuk diagnosis status gizi;
penilaian status gizi diperoleh melalui evaluasi beberapa indikator antara lain: Riwayat Klinik-
Dietetik-; gambaran klinik dan Fungsi Saluran Cerna; pengukuran antropometri dan komposisi
tubuh; pemeriksaan kapasitas
fungsional yaitu menilai kekuatan otot (kapasitas fungsional sudah penurunan
sebelum penurunan berat badan); pemeriksaan
biokimia (pengukuran kadar protein viseral).
Dan beberapa pemeriksaan lain fungsi imunologi atau pemeriksaan yang
menggunakan teknologi canggih seperti
, Bioelectrical Impedance Analyser
(BIA) indireck calorimetry (IC) & In Vivo
Neutron Activation Analysis (IVNAA)
merupakan metoda akurat yang direkomendasikan oleh banyak peneliti
untuk diagnosis status gizi penderita --> mahal
& sulit dalam pelaksanaannya
Pengukuran secara antropometri merupakan teknik yang paling
sering dipakai dalam penilaian status gizi berdasarkan parameter komposisi
tubuh. Diantaranya yaitu;
Dengan parameter:
1. Berat Badan dan Tinggi Badan dapat menunjukkan Indeks
Massa Tubuh/Body Mass Index (BMI).
2. Tebal lemak bawah kulit Triceps or subscapular skin
fold dapat digunakan untuk menilai massa
lemak.
3. Mid-arm muscle circumference (MAMC) and mid-arm muscle
area (MAMA), dapat digunakan untuk menilai massa otot.
4. Dinegara maju beberapa teknik telah dikembangkan untuk
menilai komposisi tubuh sepert bioelectric impedance, underwater weighing,
tomography, total-body potassium, and ultrasound.
Beberapa parameter biokimia perlu dinilai:
1. Serum
albumin, mempunyai waktu paruh yang panjang yaitu ± 21 hari. Kadar albumin <
3.5 g/dL menunjukkan pasien
mempunyai risiko malnutrisi.
2. Bila Total
lymphocyte count, < 1,500 cells per milimeter kubik juga dapat sebagai
indikator mempunyai risiko malnutrisi.
3. Serum transferrin,
waktu paruh 7 hari. Pada beberapa pasien mempunyai kadar transferin < 140
mg/dL, pasien dapat dinyatakan berrisiko
malnutrisi.
4. Serum pre-albumin
(transthyretin), waktu paruh 3 hari. Dikatakan berrisiko malnutrisi bila kadarnya <17 mg/dL.
5. Total iron-binding
capacity (TIBC) dikatakan normal bila kadarnya antara 250 and 450 mcg/dL.
6. Kadar Kolesterol
juga dapat digunakan untuk menilai status gizi, bila kadarnya < 150 mg/dL,
menunjukkan ada peningkatan risiko gangguan status gizi.
Heymsfield SB, et al. Nutritional assessment by
anthropometric and biochemical methods.
In: Modern Nutrition in Health and Disease.Philadelphia , PA :
Lea & Febiger; 1994:812-841.
In: Modern Nutrition in Health and Disease.
Oleh karena tidak ada parameter tunggal untuk Diagnosis
status gizi:
Saat ini > 90
% diagnosis malnutrisi dapat ditegakkan melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang dikenal sebagai Subjective Global Assessment
(SGA)
Detsky, (1987) : dalam
penelitiannya menilai 202 subyek dengan menggunakan riwayat nutrisi dan
pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa determinan kehilangan jaringan subkutan,
muscle wasting, dan kehilangan berat badan merupakan determinan reproducibible
dan merupakan prediktor untuk menunjukkan morbiditas yang disebabkan oleh
gangguan gizi
Penilaian status gizi secara SGA merupakan cara yang
sederhana. Sepanjang penilai telah terlatih, SGA dapat merupakan diagnosis gizi
yang reliable dan merupakan prediktor akurat untuk menilai adanya
peningkatan risiko komplikasi seperti infeksi dan penymbuhan luka yang
terhambat.
Pada SGA akan
diperoleh informasi tentang:
1. Perubahan berat badan
2. Perubahan asupan makanan
3. Gejala-gejala
gastrointestinal
4. Kapasitas
fungsional
5. Hubungan antar
penyakit dengan kebutuhan nutrisi.
6. Pemeriksaan
fisik yang difokuskan aspek gizi
Pada Subjective Global Assessment (SGA) menilai :
A. Lima komponen utama riwayat (nutrisi dan klinik)
1. Perubahan berat badan
2. Perubahan asupan makanan
3. Gejala-gejala
gastrointestinal
4. Kapasitas
fungsional
5. Hubungan antar
penyakit dengan kebutuhan nutrisi.
B. Pemeriksaan
fisik à 5 petanda fisik :
Berkurangnya
lemak subkutan
Berkurangnya
massa otot
Adanya edema pada
pergelangan kaki
Adanya edema
daerah sakral, dan
Adanya asites.
Dari data A
dan B pada SGA memperoleh klasifikasi/peringkat status gizi pasien:
C. Peninaian
peringkat SGA:
A Status nutrisi
baik
B Status nutrisi sedang (tendensi menjadi
malnutrisi)
C Malnutrisi berat
Informasi ini
akan menjadi dasar untuk dokter untuk membuat rencana terapi gizi yang sesuai
Slide ini
menunjukkan dengan menggunakan parameter antropometri and biokimia yang menurun
atau tidak berubah dapat menggambarkan tipe malnutrisi yang dialami pasien.
For example, decreases in body weight and mid-arm
circumference can be observed in chronic malnutrition while decreases in
albumin, lymphocyte count, and immune functions are observed in acute
malnutrition.
Understanding energy metabolism is fundamental when planning
nutrition therapy. Although the details of intermediary metabolism can be
complicated, this chapter will describe the primary metabolic pathways and
regulatory mechanisms. We will also introduce some concepts on body composition
in health and disease. Finally, we will explain how to calculate energy, water,
vitamin, and mineral requirements.
Nutrients that must be supplied in food and are essential
for growth and normal functioning of the body are:
Proteins, as a source of essential amino acids.
Carbohydrates, as a source of glucose.
Lipids, as a source of essential fatty acids.
Water is a very important nutrient that actively
participates in biochemical reactions and provides form and structure to cells.
Water soluble vitamins – B complex, ascorbic acid, folic
acid, biotin, and pantothenic acid.
Fat soluble vitamins – A, D, E and K.
Minerals, including electrolytes (Na, K, Cl) and trace
elements (Cu, Zn, Mn). There are
important ultra trace minerals as well (I, Cr, Mo, Se).
In general, proteins and carbohydrates provide 4 kcal/g,
while lipids provide 9 kcal/g. (Intravenous glucose provides 3.4 kcal/g).
Nutrien
diperlukan untuk memenuhi energi, pertumbuhan, dan pemulihan.
kebutuhan energi
merupakan energi yang diperlukan untuk menggantikan energi yang dikeluarkan
untuk aktivitas tubuh (basal = BEE + Aktivitas=AEE + Stres = SF + energi untuk
pencernaan makanan = TEF)
Atau TEE = REE + AEE + SF
Kebutuhan Energy Basal (BEE)
µ Komponen
Keluaran Energi terbesar
µ
Kebutuhan
kalori dalam keadaan basal = Energi untuk kerja organ vital (basal):
* jantung
* paru
* sintesis
protein & asam nukleat
*
pembentukan urin
* regulasi
ion sel
Pengukuran BEE
•
kalorimetri indirek
•
Estimasi --> rumus
•
dll
Adult energy requirement is dependent on the total of basal
metabolism, physical activity and stress from disease. A widely accepted method
for calculating basal energy expenditure (BEE) in healthy adults is the
Harris-Benedict Equation, which is based on four variables; sex, weight, height
and age. The number of calories obtained from this equation must be corrected
for activity and stress factors.
In this equation, weight will be determined as follows:
-
In the obese and overweight patient (BMI 25<), ideal
weight will be used.
-
In
the malnourished patient, actual weight will be used
Activity Energi Expenditure(AEE) :
Energi yang dikeluarkan
untuk aktivitas tertentu dalam ukuran
waktu
Rawat inap à 10%
Rawat jalan à 20%
Stress factors
µ
Stres ringan = 1,2
µ
Stres sedang = 1,3
µ
Stres berat = 1,5
µ
Kanker = 1,6
µ
Luka bakar = 2-2,5
TEF (Thermogenic Effect of Food)
Energi yang dibutuhkan untuk asimilasi zat gizi/nutrien
Makanan Oral
(komposisi makanan) : ± 10%
Enteral ± 5 %
Another method to calculate calorie needs is the “Rule of
Thumb”, also known as the “Quick Method”.. Simply multiply the patient’s weight
by 25 to 30 kcal. When using this
method, do not make further adjustments for activity and stress of disease.
Syarat:
Komposisi Zat Gizi :
Mengandung Zat Gizi dalam jenis dan jumlah
yang
sesuai dengan
kebutuhan tubuh dan keadaan
Penyakitnya
Makronutrien ?
KH : Protein :
Lemak
Mikronutrien ?
Vitamin, miniral, dan elemen renik
In humans, the synthesis of protein requires the presence of
twenty amino acids. Nine of which
are essential amino acids, which means they cannot be synthesized in the body
and must be supplied from the diet. The
remaining amino acids can be synthesized through intermediary metabolism. However, glutamine and arginine in
certain metabolic states (sepsis and hypercatabolism) are considered as
conditionally essential.
Fischer JE,
ed. Nutrition and Metabolism in the Surgical Patient. 1st ed. Lippincott
Williams and Wilkins Publishers;1996.
Protein requirements depend primarily on the person’s weight
and age. The type of protein can
be a factor. High biological value proteins are needed in lower quantities than
lower biological value proteins. Recommended
amounts for normal healthy people is 0.8 to 1.0 g per kg body weight per day. In stressed states, 1.0 to
2.0 g per kg body weight per day is needed depending on the condition and metabolic
phase.
Carbohydrates are the main source of non-protein energy. They are easily absorbed and
metabolized. In general, they
provide between 50% to 60% of total calories. In certain disease states, it may be advisable to decrease carbohydrate
intake to as low as 30% of total calories. Orally or enterally ingested
carbohydrate produces 4 kcal/g but when provided intravenously, 1 g of
carbohydrate (monohydrous glucose) produces 3.4 kcal/g.
Fats are a source of calories and essential fatty acids. An
estimated 2 to 7 g of linoleic acid per day is required for the healthy adult.
This accounts for 1% to 3% of total energy intake. Fats provide between 20% and
30% of total calories consumed by a healthy individual. The general
recommendation is 1 g per kg per day. In
some situations, higher fat intake is recommended for managing the disease
state, such as controlling glycemic response in glucose intolerant populations
(diabetes) and reducing CO2 load in pulmonary patients (COPD). Fat, in this case, should not be saturated
fat, but unsaturated fat commonly found in vegetable oils such as high oleic
safflower oil or canola oil.
Vitamins are crucial components of metabolic processes.
Therefore, any nutrition plan must provide them in sufficient quantities to
prevent deficiencies. Fat soluble vitamins A, D, E and K, for example, have
very specific physiological roles. Most are absorbed with fats in the diet, and
require bile and pancreatic enzymes for efficient absorption. Fat soluble vitamins are transported to the
liver by the lymph system as lipoprotein components, and are later stored in
various body tissues.
Water soluble vitamins are components of key enzymatic
systems. Many are involved in reactions that support energy metabolism. These
vitamins are not stored in the body in significant quantities, and are excreted
in the urine. Making sure the daily allowance of vitamins is supplied avoids
depletion and subsequent interruption of essential physiological functions.
Minerals function as both free ions in body fluids and as
constituents of essential compounds. Enzymatic regulation, acid-base balance,
osmotic pressure maintenance, nerve conduction and muscle irritation are all
processes regulated by mineral ions. In some cases, as with calcium, mineral
ions are structural components of body tissues. Some minerals are also
indirectly involved with the growth process.
Kebutuhan
Elektrolit rata-rata pada sebagian besar pasien dewasa
Na :
80-120 mmol/24 jam
K :
60-80 mmol/24 jam
Mg :
4-8 mmol/24 jam
Ca :
5 mmol/24 jam
P :
minimum 15 mmol/24 jam
Cara Pemberian:
¨
Oral
¨
Enteral
¨
Parenteral
¨
Kombinasi
SHAPE \* MERGEFORMAT
CARA PEMBERIAN
NUTRISI
ENTERAL ATAU PARENTERAL ? |
Status Gizi pasien
Adekuat Tidak Adekuat
|
Tunjangan nutrisi aktif diperlukan
Tidak Ya
|
Fungsi
Gastrointestinal baik
Tidak Ya
|
PERTAHANKAN
|
ORAL
|
NUTRISI PARENTERAL
|
NUTRISI ENTERAL
|
TIME \@
"dd/MM/yyyy" 06/03/2012
|
PAGE \* MERGEFORMAT 1
|
Nutrisi Oral:
Ø Fungsi GIT baik
Ø Nafsu makan baik
Ø Bentuk makanan:
- Makanan Cair
- Makanan Lunak
- Makanan biasa
Nutrisi Enteral:
* Fungsi GIT baik, sebagian/ seluruhnya
* Tidak dapat mengkonsumsi makanan secara oral
* Bentuk makanan – cair/ formula-formula khusus melalui pipa , umumnya
hidung à Gaster (nasogastrik); Jejunum
(nasojejunal); Percutaneous Endo Gastrotomy (PEG); Percutaneous Endo
Jejunostomy (PEJ)
Nutrisi Parenteral:
•
Bila Nutrisi
oral/ enteral:Kontra Indikasi.
•
Pada
kasus-kasus tertentu nutrisi Parenteral dapat dikombinasi dengan Nutrisi
Enteral
•
Nutrisi
langsung ke pembuluh darah ( Vena )
•
NP à Perifer
Sentral:
- V. Femoralis
- V. Jugularis
- V. Subclavia
Indikasi : intractable vomiting,
severe diare; ileus; small bowel/colon obstruktion; bowel rest; preoperative
Kontra indikasi hemodynamically
unstable; severe pilmonary edema fluid overload; anuria; meatbolic or
electrolytb disturbances
Enteral and parenteral methods
have to be complementary. In practice, both ways can be conducted
simultaneously, for example, during transition from parenteral nutrition to
enteral nutrition, for a certain amount of time, depending on patients needs
and reactions.
Things to be considered in EN
& PN:
Fluid balance
Energy, protein, carbohydrates,
lipid, electrolyte, trace elements, and vitamin demands
Strict surveillance of patient
conditions, clinically and biochemically.
Penatalaksanaan Nutris Enteral
•
Cara ini diperuntukan bagi pasien yang GIT nya masih
berfungsi akan tetapi tidak bisa secara Oral
•
Nutrisi Enteral dapat diberikan secara bolus atau drip
(intermittent atau continuous) yang tetesannya diatur oleh pompa
Komplikasi yang pernah dilaporkan, antara lain :
o
Muntah atau regurgitasi
o
Aspirasi
o
Trauma hidung
o
Rhinitis
o
Sinusitis
o
Esofagitis
o
Diare
Penatalaksanaan Nutrisi
Parenteral
Nutrisi perenteral (NP) adalah
suatu cara pemberian zat-zat gizi secara lengkap melalui pembuluh vena untuk
mencapai keadaan gizi yang adekuat, apabila dengan nutrisi enteral atau oral
keadaan adekuat tersebut tidak bisa dicapai. Cara ini bukan tanpa bahaya,
karena diperlukan pemantauan yang ketat untuk mencegah komplikasi seperti
sepsis dan gangguan keseimbangan metabolik.
Four basic principles to ensure
the success of PN
Vein’s catheterization needs to
be done aseptically
Regular catheter maintenance
Fluid and their additives
preparation and application must be done carefully and precisely.
Strict patient monitoring
Indikasi melalui vena sentral
atau parifer
Pemberian melalui vena sentral
dimungkinkan apabila :
1. Diperkirakan NP akan
berlangsung lama (lebih dari 2 minggu)
2. Pencapaian vena sentral dapat mudah dilakukan
3. Bahaya kontaminasi/infeksi --> kecil
Perawatan kateter minimal 1 kali/hari dan kultur tempat insersi kateter
minimal 1 kali/minggu.
Pemberian melalui vena sentral (aliran darah cepat) memungkinkan
pengenceran yang cepat pula dari cairan yang hipertonik.
.
Pemberian melalui vena perifer dilakukan :
1. Bila NP hanya diperlukan dalam jangka waktu yang pendek.
2. Bila melalui V. sentral merupakan kontraindikasi
3. Pada pasien-pasien dengan gangguan metabolisme nutrien spt intoleransi
glukosa
4. Sepsis
Dengan cara ini sebaiknya kateter dipindahkan setiap 24 sampai 48 jam untuk
mencegah flebitis dan memungkinkan vena digunakan kembali.
Komplikasi NP
Komplikasi Tehnik
Emboli udara
mungkin terjadi waktu insersi kateter ke pembuluh vena atau waktu “line” dibuka
untuk mengganti “tube”; pneumotoraks, atau hidrotoraks pada NP
sentral, dan lain-lain.
Komplikasi Septik :
Pasien yang diberi nutrisi NP
khususnya yang melalui vena sentral mempunyai resiko terhadap infeksi
Hal ini disebabkan oleh :
a. Status Gizinya
b. Proses-proses penyakitnya
c. Pengobatan yang sering menggunakan
antibiotik dan immuno suppresive
d. Selain untuk NPT (nutrisi
parenteral total), kateter juga digunakan untuk pengambilan darah transfusi
atau pemberian obat-obatan
Komplikasi Metabolik
:
Dapat dihindari dengan pemantauan
yang ketat parameter laboratorium dan observasi klinik. Komplikasi yang
biasanya terjadi berhubungan dengan metabolisme glukosa. Bila terdapat
hiperglikemia dan glukosuria, kecepatan pemberian cairan hipertonik glukosa diperlambat
atau diberi insulin eksogen.
In summary, many studies have
shown the widespread prevalence of malnutrition in hospitalized patients. Malnutrition is frequently linked to
complications and adverse health outcomes.
Nutritional therapy must become be an integral part of patient care.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar