kelompok

Sabtu, 17 Maret 2012

proses jantung


jantung sebagai pompa

SIKLUS JANTUNG SEBAGAI POMPA

Siklus jantung sebagai pompa berkaitan dengan kontraksi dan pengosongan ventrikel yang disebut sistole, serta pengisian dan relaksasi ventrikel yang disebut diastole.

Dalam siklusnya, jantung menghasilkan dua suara, yaitu:

Ø Suara jantung I (lubb), yaitu suara yang ditimbulkan oleh penutupan dari valvula bicuspidalis dan valvula tricuspidalis (katup atrioventrikular), menimbulkan suara panjang.

Ø Suara jantung II (dupp), yaitu suara yang ditimbulkan oleh penutupan dari valvula semilunaris aorta dan valvula semilunaris pulmonal, menimbulkan suara pendek dan tajam.

Katup-katup tersebut akan membuka dan menutup secara pasif disebabkan oleh perbedaan tekanan antara atrium dengan ventrikel, maupun antara ventrikel dengan aorta ataupun trunkus pulmonalis.

Secara klinis, sistole adalah periode yang terjadi diantara suara jantung I dengan suara jantung II, sedangkan diastole adalah periode yang terjadi diantara suara jantung II dengan suara jantung I.

Siklus jantung sebagai pompa adalah sebagai berikut:

· Darah masuk melalui vena-vena besar menuju atrium, lalu dari atrium itu darah akan mengalir langsung ke dalam ventrikel melalui valvula bicuspidalis dan valvula tricuspidalis yang terbuka sebelum terjadi kontraksi atrium. Fase ini disebut fase pengisian pada diastolik (passive ventricular fillingà mid-diastole), dimana volume darah dari atrium yang masuk ke ventrikel baru sebanyak 75%.

· Selanjutnya, atrium akan berkontraksi dan memompa 25% darah lagi masuk ke dalam ventrikel sehingga ventrikel menjadi penuh 100% atau sebesar 120 mL (Ending Diastolik Volume), fase ini merupakan akhir dari diastole.

· Kontraksi yang tadinya terjadi pada atrium (karena potensial aksi) akan menjalar merangsang ventrikel. Miokardium dari ventrikel akan berkontraksi tetapi kedua valvula semilunaris masih tertutup dan volume dari ventrikel masih tetap seperti sebelumnya. Fase ini disebut dengan fase kontraksi isovolumetrik, dimana terjadi peningkatan tekanan pada ventrikel melebihi tekanan pada atrium, akibatnya valvula bicuspidalis dan valvula tricuspidalis jadi tertutup (menimbulkan suara jantung I).

· Tekanan ventrikel yang meningkat akan menyebabkan kedua valvula semilunaris jadi membuka, dimana tekanan ventrikel sinistra akan melebihi tekanan aorta saat mencapai sekitar 80 mmHg, sedangkan tekanan ventrikel dextra akan melebihi tekanan arteri pulmonalis saat mencapai sekitar 10 mmHg, inilah yang menyebabkan valvula semilunaris aorta dan valvula semilunaris pulmonal jadi membuka. Pembukaan kedua valvula semilunaris tersebut akan memulai fase ejeksi pada sistolik.

· Pada fase ejeksi ini tekanan ventrikel sinistra dan aorta mencapai tekanan maksimum yang berkisar 120 mmHg. Sebagian besar volume sekuncup akan dipompakan secara cepat selama fase awal, dan kecepatan aliran pada aorta akan meningkat hingga mencapai maksimum. Tekanan ventrikel tersebut kemudian mulai turun (volume sekuncup yang tersisa dipompakan lebih lambat) sampai akhirnya di bawah tekanan aorta dan arteri pulmonalis, ini menyebabkan kedua valvula semilunaris menutup (menimbulkan suara jantung II). Dari fase ini tidak semua darah dipompa keluar dari ventrikel menuju aorta dan arteri pulmonalis, tapi ada darah yang masih tersisa dalam ventrikel sebagai volume residu yang banyaknya sekitar 40 mL (Ending Sistolik Volume). Perlu diingat bahwa pada fase ejeksi ini valvula atrioventrikular tetap tertutup agar ketika darah dipompa ventrikel ke aorta dan arteri pulmonalis dengan tekanan yang besar darah tersebut tidak kembali ke atrium.

· Diastole sekarang dimulai dengan fase relaksasi isovolumetrik, pada fase ini kedua valvula semilunaris dan valvula atrioventrikular masih tertutup, miokardium pun mengalami relaksasi. Pada fase ini darah dari atrium telah terisi kembali karena ada suatu proses yang menghasilkan efek menghisap akibat turunnya tekanan valvula atrioventrikular selama fase ejeksi sebelumnya. Tekanan ventrikel pun menurun tajam sedangkan sebaliknya, tekanan atrium telah naik (karena darah yang telah masuk ke atrium), hal ini menyebabkan valvula bicuspidalis dan valvula tricuspidalis terbuka kembali.

· Setelah valvula atrioventrikular tersebut terbuka, darah dari atrium mengalir ke ventrikel tanpa kontraksi dari atrium, jadi pada fase ini siklus jantung sebagai pompa kembali pada fase pengisian pada diastolik dan seterusnya berurutan melewati fase-fase seperti yang sudah dijelaskan di atas.

SISTEM KONDUKSI JANTUNG

· Annulus fibrosus memisahkan jantung dan ventrikel baik secara anatomis maupun elektris.

· Terdapat jalur konduksi khusus yang menjamin rangsangan ritmis dan sinkron dalam miokardium dengan sifat-sifat:

1. Otomatisasi: kemampuan menghasilkan impuls secara spontan.

2. Ritmisasi: pembangkitan impuls yang teratur.

3. Konduktivitas: kemampuan untuk menyalurkan impuls.

4. Daya rangsang: kemampuan untuk menanggapi stimulasi.

· Impuls jantung dimulai dari nodus SA(sinoatrial) yang terletak di dinding post atrium kanan dekat muara vena kava sup, nodus ini diebut sebagai pemacu alami.

· Impuls selanjutnya menyebar dari SA node ke system penghantaran khusus atrium dan otot atrium yang disebut berkas bachman.

· Impuls selanjutnya mencapai AV node( atrioventrikular) yang terletak diatas septum interventrikular. AV node merupakan jakur transmisi impuls dari atrium ke ventrikel serta mempunyai fungsi lain yaitu menhan impuls selama 0,08-0,12 sekon guna memungkinkan pengisian ventrikel secara optimal.

Penahanan impuls yang terlalu lama atau gagalnya transmisi impuls pada nodus AV dikenal sebagai blok jantung.

· Gelombang rangsangan listrik selanjutnya menyebar ke berkas his, suatu berkas serabut yang tebal yang menjulur ke bawah dan kemudian bercabang menjadi cabang ant yang tipis dan post yang tebal. Cabang-cabang ini akan berakhir pada suatu jalinan serabut yang kompleks dikenal sebagai system purkinje. System purkinje ini menjalarkan impuls dengan sangat cepat.

· Susunan sel miokard diluar system ini juga memastikan penyebaran impuls secara baik ke seluruh bagian jantung. Sel yang berdekatan dipisahkan oleh duktus interkalaris, didalam diskus ini terdapat tempat dimana membaran intertisial saling berdekatan dan dikenal sebagai neksus yang mempercepat transmisi rangsangan listrik dari sel ke sel, mengaktifkan dan merangsang kontraksi sel-sel miokardial yang simultan.

· Nodus SA mempunyai daya pacu 60-100 dpm, jika SA node gagal maka bagian lain dapat mengambil alih perannya sebagi pacu alami. AV node mapu menghasilkan impuls 40-60 dpm, sedangkan system purkinje 20-40 dpm.


ELEKTROFISIOLOGI

· Aktivitas listrik dari jantung merupakan akibat perubahan-perubahan permeabilitas membrab sel, yang memungkinkan pergerakan ion-ion melalui membrane tersebut dan mengubah muatan listrik relative sepanjang membrane sel.

· Ion keluar masuk melalui kanal cepat dank anal lambat. Ada 3 ion yang sangat berperan yaitu K, Na, Ca. Kalium merupakan kation utama intra sel, sedangkan diekstrasel adalah Calsium.


Potensial Aksi

Terdiri dari 5 fase elektrofisiologi:

1. Fase istirahat- fase 4: pada keadaan istirahat bagian dalam sel relative negative sedangkan bagian luar relative positif. Membrane sel akan lebih permeable terhadap kalium dibandingkan natrium, karena itu sejumlah kecil ion K akan merembes keluar(dari kadar yang tinggi ke kadar yang rendah K). dengan hilangnya ion K dari intrasel maka bagian dalam sel menjadi relative negative.

2. Depolarisasi cepat- fase 0(upstroke): depolarisasi sel adalah akibat permebilitas membrane terhadap natrium sangat meningkat. Na diluar sel akan mengalir cepat masuk ke dalam sel melalui saluran cepat sehingga mengubah muatan negative di sepanjang membrane sel, bagian luar menjadi negative dan bagian dalam menjadi positif.

3. Repolarisasi parsial-fase 1 (spike): segera sesudah depolarisasi maka terjadi sedikit perubahan mendadak dari kadar ion dan timbul suatu muatan listrik relative. Tambahan muatan negative di dalam sel menyebabkan muatan positif nya agak berkurang. Sebagai efeknya sebagian sel itu mengalami repolarisasi. Terjadi inaktifasi dari saluran cepat Na.

4. Plateu-fase 2: suatu plateu yang sesuai dengan periode refarkter absolute miokardium. Pada fase ini tidak terjadi perubahn muatan listrik melalui membaran sel. Jumlah ion yg keluar masuk dalam posisi keseimbangan. Plateu terutama disebabkan oleh aliran ion kalsium kedalam sel secara perlahan dibantu juga oleh gerakan ion Na sedikit demi sedikit melalui saluran lambat. Gerakan muatan positif ke dalam ini diimbangi oleh gerakan ion K ke luar.

5. Repolarisasi cepat-fase 3(downstroke): selama repolarisasi cepat maka aliran muatan kalsium dan natrium ke dalam sel di inaktifkan dan permeabilitas membrane terhadap kalium sangat meningkat, kalium keluar sel dengan demikian mengurangi muatan positif didalam sel. Bagian dalam sel akhirnya kembali ke keadaan negative dan bagian luar relative positif. Distribusi ion pada keadaan istirahat dipulihkan kembali melalui kegitan kontinyu pompa Na-K yang dengan aktif memindahkan kalium ke dalam sel dan Natrium ke luar sel.

Selasa, 06 Maret 2012

prinsip nutrisi


Prinsip terapi nutrisi di klinik
Nutrisi merupakan unsur penting dalam mempertahankan kapasitas fungsional, pertumbuhan, dan proses penyembuhan penyakit. Serta merupakan komponen integral pada pengobatan pasien. Sehingga pengetahuan dasar2 terapi nutrisi diperlukan pada pengobatan pasien
Tujuan kuliah ini adalah :
         Menjelaskan jenis dan prevalensi malnutrisi rumah sakit serta dampak malnutrisi pada pasien
         Menjelaskan cara identifikasi pasien berrisiko malnutrisi dan penilaian status nutrisi
         Menjelaskan metabolisme energi dan nutrien serta cara menentukan kebutuhan nutrisi
         Menjelaskan implementasi terapi nutrisi baik cara oral, enteral amupun parenteral
Referensi yang dipakai pada kuliah ini diambil dari:
         Buchman (2004) Practical Nutritional support techniques
         The 11th  PENSA, Korea (2006)
         Total Nutritional Therapy, version 2.0
         Schlenker ED & Long S (2007) Williams’ Essentials of Nutrition & Diet Therapy 9th ed.
         Mahan LK & Escott-Stump (2008) Krause’s Food&Nutrition Therapy 12th ed.
         Alpers DH, Stenson WF, Taylor BE, and Bier DM (2008) Manual of Nutritional Therapeutics 15th ed

Malnutrisi di rumah sakit telah diidentifikasi sejak tahun 1974 oleh Dr. Charles Butterworth. 
Malnutrisi adalah keadaan gizi individu akibat kekurangan maupun kelebihan asupan energi- protein- atau zat gizi tertentu yang berdampak pada perubahan komposisi tubuh, fungsi organ, dan penyakit.
Dikenal 3 tipe malnutrisi:
1.      Malnutrisi kronik merupakan suatu keadaan akibat berkurangnya asupan zat gizi dalam jangka waktu panjang. Pada keadaan ini tubuh telah mengalami adaptasi progresif; terjadi penurunan basal metabolisme yang bertujuan melindungi cadangan energi dan protein. Kondisi ini dikenal sebagai marasmus
2.      Malnutrisi akut merupakan keadaan yang umumnya terjadi akibat trauma atau insidens penyakit akut, seperti tindakan operasi, panas tinggi dll, dimana pasien berada dalam keadaan hipermetabolisme. kebutuhan energi dan protein meningkat dengan cepat dalam waktu singkat. Kondisi ini dikenal sebagai kwashiorkor
3.      Di klinik sering didapatkan bentuk campuran (kronik ditambah defisit energi secara akut)  dimana pasien menunjukkan tanda malnutrisi kronik yang diperberat oleh adanya stres (penyakit).

Malnutrisi merupakan penyakit dengan berbagai etiologi, maka terminologi yang lebih tepat adalah malnutrisi polidefisiensi. Bila ditemukan atau terjadi di RS disebut sebagai Malnutrisi Rumah Sakit

Malnutrisi RS merupakan keadaan yang sering ditemukan di RS. Data epidemiologi (dalam dan luar negeri) menunjukkan : 30 sampai 60% pasien rawat inap dalam keadaan malnutrisi. Lebih dari 50 % dari pasien tersebut sudah malnutrisi sejak saat masuk rumah sakit, dan sekitar 75% dari kasus tersebut melanjutkan penurunan berat badan dan penurunan status gizi selama perawatan rumah sakit. Bahkan lebih dari 10%  berkembang menjadi malnutrisi berat. Namun, hanya 12,5 % dari psien tersebut yang teridentifikasi malnutrisi.Dr. Charles Butterworth’s dalam makalahnya yang diberi judul “The Skeleton in the Hospital Closet,” menginformasikan bahwa pengukuran parameter penting untuk penilaian status gizi sepert tinggi badan dan berat badan jarang dilakukan. Penurunan kadar petanda status gizi tidak dicermati oleh dokter, sehingga pemberian substitusi atau suplementasi nutrisi tidak atau terlambat dilaksanakan. Sampai saat, banyak RS modern yg penyediaan makanan dan formula nutrisi cukup, namun, malnutrisi masih ditemukan. Hal ini menunjukkan Ketidakperdulian atau ketidaktahuan dokter akan masalah nutrisi pasien. 

Malnutrisi merupakan masalah serious bagi pasien, ↓ immunitasà ↑ morbiditas à ↑ LOS --> Biaya >>
Malnutrisi berdampak pada penurunan imunitas, sehingga pasien rentan infeksi dan komplikasi yang meningkatkan morbiditas serta perpanjangan lama masa rawat, akibatnya meningkatnya biaya perawatan.
Banyak peneliti telah membuktikan bahwa deteksi dini masalah gizi pasien dan penatalaksanaan nutrisi yang adekuat dapat mempertahankan/memperbaiki status gizi dan berkurangnya komplikasi.

Skrining gizi merupakan langkah utama untuk identifikasi pasien berisiko malnutrisi. 
Selanjutnya untuk merencanakan dan memberi terapi gizi yang sesuai perlu didasari oleh hasil penilaian status gizi (nutrinal assessment).
Data diperoleh cepat & mudah -->  asupan  makanan, peß BB
Skrining dan Assessment Gizi dibedakan berdasarkan:
         Tipe dan jangkauan informasi yang diperoleh
         Latarbelakang pendidikan tenaga pelaksana
         Waktu untuk proses skrining berbeda dgn assessment
         Biaya proses juga berbeda (tenaga, pemeriksaan dll)

Skrining gizi adalah proses identifikasi karakteristik yang mempunyai hubungan dengan masalah gizi. Tujuannya unuk menemukan pasien berrisiko gizi. Pada proses ini tidak membutuhkan keahlian khusus.

Penilaian status gizi (Nutritional Assessment) adalah proses mengumpulkan dan  mengevaluasi semua data klinik, dietetik, komposisi tubuh dan biokimiawi dll untuk diagnosis status gizi dan mengembangkan rencana terapi nutrisi yang tepat. Disini membutuhkan staf yang mempunyai kemampuan dan kompetensi khusus.

Proses skrining dapat dilakukan dengan cara yang sederhana misalnya informasi tentang perubahan berat badan (meningkat atau menurun), perubahan asupan makanan, keluhan yang berhubungan fungsi saluran cerna (misal mual, muntah, diare).

Dapat dinyatakan berisiko gizi bila ada peningkatan atau penurunan berat badan yang tdk direncanakan sebanyak lebih dari 10% pada 6 bulan terakhir, atau lebih dari 5% pada 1 bulan terakhir. Atau asupan makanan tidak adekuat dalam 5 hari terakhir.

Barrocas et al. J Am Diet Assoc 1995;95:647-648.
ESPEN 2006 

Langkah-langkah terapi nutrisi:
Pemeriksaan klinis –komposisi tubuh –data biokimia& lain-lain

Diagnosis / status Gizi & status metabolisme

Kebutuhan energi & Zat Gizi

Komposisi Zat Gizi

Cara pemberian – Oral / Enteral/ Parenteral (fs saluran cerna?)

Bentuk/ jenis makanan/ formula & suplemen (formulasi terapi nutr)
 

Pemantauan &  evaluasi

D/ kehilangan BB > 5 %/ 1 bulan; > 7,5%/3 bulan &  > 10%/6 bulan
Muscle fs / SGA

Penilaian/diagnosis status gizi
Tidak ada parameter tunggal untuk diagnosis status gizi; penilaian status gizi diperoleh melalui evaluasi beberapa indikator antara lain: Riwayat Klinik- Dietetik-; gambaran klinik dan Fungsi Saluran Cerna; pengukuran antropometri dan komposisi tubuh; pemeriksaan kapasitas fungsional yaitu menilai kekuatan otot (kapasitas fungsional sudah penurunan sebelum penurunan berat badan); pemeriksaan biokimia (pengukuran kadar protein viseral).

Dan beberapa pemeriksaan lain fungsi imunologi atau pemeriksaan yang menggunakan teknologi canggih seperti , Bioelectrical Impedance Analyser (BIA) indireck calorimetry (IC) & In Vivo Neutron Activation Analysis (IVNAA) merupakan metoda akurat yang direkomendasikan oleh banyak peneliti untuk diagnosis status gizi penderita --> mahal & sulit dalam pelaksanaannya

Pengukuran secara antropometri merupakan teknik yang paling sering dipakai dalam penilaian status gizi berdasarkan parameter komposisi tubuh. Diantaranya yaitu;
Dengan parameter:
1. Berat Badan dan Tinggi Badan dapat menunjukkan Indeks Massa Tubuh/Body Mass Index (BMI).
2. Tebal lemak bawah kulit Triceps or subscapular skin fold dapat digunakan untuk menilai massa lemak.
3. Mid-arm muscle circumference (MAMC) and mid-arm muscle area (MAMA), dapat digunakan untuk menilai massa otot.
4. Dinegara maju beberapa teknik telah dikembangkan untuk menilai komposisi tubuh sepert bioelectric impedance, underwater weighing, tomography, total-body potassium, and ultrasound.

Beberapa parameter biokimia perlu dinilai:
1.      Serum albumin, mempunyai waktu paruh yang panjang yaitu ± 21 hari. Kadar albumin < 3.5 g/dL menunjukkan pasien mempunyai risiko malnutrisi.
2.  Bila Total lymphocyte count, < 1,500 cells per milimeter kubik juga dapat sebagai indikator mempunyai risiko malnutrisi.
3.  Serum transferrin, waktu paruh 7 hari. Pada beberapa pasien mempunyai kadar transferin < 140 mg/dL, pasien dapat dinyatakan berrisiko  malnutrisi.
4.  Serum pre-albumin (transthyretin), waktu paruh 3 hari. Dikatakan berrisiko malnutrisi bila kadarnya <17 mg/dL.
5.  Total iron-binding capacity (TIBC) dikatakan normal bila kadarnya antara 250 and 450  mcg/dL.
6.  Kadar Kolesterol juga dapat digunakan untuk menilai status gizi, bila kadarnya < 150 mg/dL, menunjukkan ada peningkatan risiko gangguan status gizi.

Heymsfield SB, et al. Nutritional assessment by anthropometric and biochemical methods.
In: Modern Nutrition in Health and Disease. Philadelphia, PA: Lea & Febiger; 1994:812-841.

Oleh karena tidak ada parameter tunggal untuk Diagnosis status gizi:
Saat ini > 90 % diagnosis malnutrisi dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dikenal sebagai Subjective Global Assessment (SGA)

Detsky, (1987)  : dalam penelitiannya menilai 202 subyek dengan menggunakan riwayat nutrisi dan pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa determinan kehilangan jaringan subkutan, muscle wasting, dan kehilangan berat badan merupakan determinan reproducibible dan merupakan prediktor untuk menunjukkan morbiditas yang disebabkan oleh gangguan gizi

Penilaian status gizi secara SGA merupakan cara yang sederhana. Sepanjang penilai telah terlatih, SGA dapat merupakan diagnosis gizi yang reliable dan merupakan prediktor akurat untuk menilai adanya peningkatan risiko komplikasi seperti infeksi dan penymbuhan luka yang terhambat.

Pada SGA akan diperoleh informasi tentang:
1. Perubahan berat badan
2. Perubahan asupan makanan
3. Gejala-gejala gastrointestinal
4. Kapasitas fungsional
5. Hubungan antar penyakit dengan kebutuhan nutrisi.
6. Pemeriksaan fisik yang difokuskan aspek gizi 

Detsky AS et al. JPEN 1987;11:8-15

Pada Subjective Global Assessment (SGA) menilai :

A. Lima komponen utama riwayat (nutrisi dan klinik)
1. Perubahan berat badan
2. Perubahan asupan makanan
3. Gejala-gejala gastrointestinal
4. Kapasitas fungsional
5. Hubungan antar penyakit dengan kebutuhan nutrisi.

B. Pemeriksaan fisik à 5 petanda fisik :
Berkurangnya lemak subkutan
Berkurangnya massa otot
Adanya edema pada pergelangan kaki
Adanya edema daerah sakral, dan
Adanya asites.

Dari data A dan B pada SGA memperoleh klasifikasi/peringkat status gizi pasien:
C. Peninaian peringkat SGA: 
            A Status nutrisi  baik
            B Status nutrisi sedang (tendensi menjadi malnutrisi)
            C Malnutrisi berat                                                         

Informasi ini akan menjadi dasar untuk dokter untuk membuat rencana terapi gizi yang sesuai
Slide ini menunjukkan dengan menggunakan parameter antropometri and biokimia yang menurun atau tidak berubah dapat menggambarkan tipe malnutrisi yang dialami pasien.

For example, decreases in body weight and mid-arm circumference can be observed in chronic malnutrition while decreases in albumin, lymphocyte count, and immune functions are observed in acute malnutrition. 
Understanding energy metabolism is fundamental when planning nutrition therapy. Although the details of intermediary metabolism can be complicated, this chapter will describe the primary metabolic pathways and regulatory mechanisms. We will also introduce some concepts on body composition in health and disease. Finally, we will explain how to calculate energy, water, vitamin, and mineral requirements. 
Nutrients that must be supplied in food and are essential for growth and normal functioning of the body are:
Proteins, as a source of essential amino acids.
Carbohydrates, as a source of glucose.
Lipids, as a source of essential fatty acids.
Water is a very important nutrient that actively participates in biochemical reactions and provides form and structure to cells.
Water soluble vitamins – B complex, ascorbic acid, folic acid, biotin, and pantothenic acid.
Fat soluble vitamins – A, D, E and K.
Minerals, including electrolytes (Na, K, Cl) and trace elements (Cu, Zn, Mn).  There are important ultra trace minerals as well (I, Cr, Mo, Se).
In general, proteins and carbohydrates provide 4 kcal/g, while lipids provide 9 kcal/g. (Intravenous glucose provides 3.4 kcal/g).

Nutrien diperlukan untuk memenuhi energi, pertumbuhan, dan pemulihan.
kebutuhan energi merupakan energi yang diperlukan untuk menggantikan energi yang dikeluarkan untuk aktivitas tubuh (basal = BEE + Aktivitas=AEE + Stres = SF + energi untuk pencernaan makanan = TEF)
Atau TEE = REE + AEE + SF
Kebutuhan Energy Basal (BEE)
µ  Komponen Keluaran Energi terbesar
µ  Kebutuhan kalori dalam keadaan basal = Energi untuk kerja organ vital (basal):
            * jantung
            * paru
            * sintesis protein & asam nukleat
            * pembentukan urin
            * regulasi ion sel

Pengukuran BEE
         kalorimetri indirek
         Estimasi --> rumus
         dll

Adult energy requirement is dependent on the total of basal metabolism, physical activity and stress from disease. A widely accepted method for calculating basal energy expenditure (BEE) in healthy adults is the Harris-Benedict Equation, which is based on four variables; sex, weight, height and age. The number of calories obtained from this equation must be corrected for activity and stress factors.
In this equation, weight will be determined as follows:
-          In the obese and overweight patient (BMI 25<), ideal weight will be used.
-          In the malnourished patient, actual weight will be used
Activity Energi Expenditure(AEE) :

Energi yang dikeluarkan untuk aktivitas  tertentu dalam ukuran waktu
Rawat inap à 10%
Rawat jalan à 20%

Stress factors
µ  Stres ringan               =  1,2
µ  Stres sedang               =  1,3
µ  Stres berat                  =  1,5
µ  Kanker                      =  1,6
µ  Luka bakar                =  2-2,5

TEF (Thermogenic Effect of Food)
Energi yang dibutuhkan untuk asimilasi   zat gizi/nutrien
Makanan Oral  (komposisi makanan) : ± 10%
Enteral ± 5 %

Another method to calculate calorie needs is the “Rule of Thumb”, also known as the “Quick Method”.. Simply multiply the patient’s weight by 25 to 30 kcal. When using this method, do not make further adjustments for activity and stress of disease.

Syarat:
Komposisi Zat Gizi :
Mengandung Zat Gizi dalam jenis dan jumlah yang
sesuai dengan kebutuhan tubuh dan keadaan
Penyakitnya
Makronutrien ?
KH : Protein : Lemak
Mikronutrien ?
Vitamin, miniral, dan elemen renik

In humans, the synthesis of protein requires the presence of twenty amino acids. Nine of which are essential amino acids, which means they cannot be synthesized in the body and must be supplied from the diet. The remaining amino acids can be synthesized through intermediary metabolism. However, glutamine and arginine in certain metabolic states (sepsis and hypercatabolism) are considered as conditionally essential.

Fischer JE, ed. Nutrition and Metabolism in the Surgical Patient. 1st ed. Lippincott Williams and Wilkins Publishers;1996.
Protein requirements depend primarily on the person’s weight and age. The type of protein can be a factor. High biological value proteins are needed in lower quantities than lower biological value proteins. Recommended amounts for normal healthy people is 0.8 to 1.0 g per kg body weight per day. In stressed states, 1.0 to 2.0 g per kg body weight per day is needed depending on the condition and metabolic phase.

Carbohydrates are the main source of non-protein energy. They are easily absorbed and metabolized. In general, they provide between 50% to 60% of total calories. In certain disease states, it may be advisable to decrease carbohydrate intake to as low as 30% of total calories. Orally or enterally ingested carbohydrate produces 4 kcal/g but when provided intravenously, 1 g of carbohydrate (monohydrous glucose) produces 3.4 kcal/g.
Fats are a source of calories and essential fatty acids. An estimated 2 to 7 g of linoleic acid per day is required for the healthy adult. This accounts for 1% to 3% of total energy intake. Fats provide between 20% and 30% of total calories consumed by a healthy individual. The general recommendation is 1 g per kg per day.  In some situations, higher fat intake is recommended for managing the disease state, such as controlling glycemic response in glucose intolerant populations (diabetes) and reducing CO2 load in pulmonary patients (COPD).  Fat, in this case, should not be saturated fat, but unsaturated fat commonly found in vegetable oils such as high oleic safflower oil or canola oil.

Vitamins are crucial components of metabolic processes. Therefore, any nutrition plan must provide them in sufficient quantities to prevent deficiencies. Fat soluble vitamins A, D, E and K, for example, have very specific physiological roles. Most are absorbed with fats in the diet, and require bile and pancreatic enzymes for efficient absorption.  Fat soluble vitamins are transported to the liver by the lymph system as lipoprotein components, and are later stored in various body tissues.
Water soluble vitamins are components of key enzymatic systems. Many are involved in reactions that support energy metabolism. These vitamins are not stored in the body in significant quantities, and are excreted in the urine. Making sure the daily allowance of vitamins is supplied avoids depletion and subsequent interruption of essential physiological functions.

Minerals function as both free ions in body fluids and as constituents of essential compounds. Enzymatic regulation, acid-base balance, osmotic pressure maintenance, nerve conduction and muscle irritation are all processes regulated by mineral ions. In some cases, as with calcium, mineral ions are structural components of body tissues. Some minerals are also indirectly involved with the growth process.

Kebutuhan Elektrolit rata-rata pada sebagian besar pasien dewasa
Na                   : 80-120 mmol/24 jam
K                     : 60-80 mmol/24 jam
Mg                   : 4-8 mmol/24 jam
Ca                    : 5 mmol/24 jam
P                      : minimum 15 mmol/24 jam

Cara Pemberian:
¨      Oral
¨      Enteral
¨      Parenteral
¨      Kombinasi

                                                  



 SHAPE  \* MERGEFORMAT
CARA PEMBERIAN NUTRISI
ENTERAL ATAU PARENTERAL ?
Status Gizi pasien
  Adekuat       Tidak Adekuat
Tunjangan nutrisi aktif diperlukan
Tidak           Ya
Fungsi Gastrointestinal baik
Tidak           Ya
PERTAHANKAN
ORAL
NUTRISI PARENTERAL
NUTRISI ENTERAL
TIME \@ "dd/MM/yyyy" 06/03/2012
 PAGE  \* MERGEFORMAT 1

Nutrisi Oral:
Ø  Fungsi GIT baik
Ø  Nafsu makan baik
Ø  Bentuk makanan:
- Makanan Cair                                                                                           
      - Makanan Lunak                                                                                       
      - Makanan biasa

Nutrisi Enteral:
* Fungsi GIT baik, sebagian/ seluruhnya
* Tidak dapat mengkonsumsi makanan secara oral
* Bentuk makanan – cair/ formula-formula khusus melalui pipa , umumnya hidung à Gaster (nasogastrik); Jejunum (nasojejunal); Percutaneous Endo Gastrotomy (PEG); Percutaneous Endo Jejunostomy (PEJ)

Nutrisi Parenteral:
                      Bila Nutrisi oral/ enteral:Kontra Indikasi.
                     Pada kasus-kasus tertentu nutrisi Parenteral dapat dikombinasi dengan Nutrisi Enteral
                     Nutrisi langsung ke pembuluh darah ( Vena )
                     NP à Perifer
Sentral:                                                                   
- V. Femoralis
- V. Jugularis
- V. Subclavia 

Indikasi : intractable vomiting, severe diare; ileus; small bowel/colon obstruktion; bowel rest; preoperative
Kontra indikasi hemodynamically unstable; severe pilmonary edema fluid overload; anuria; meatbolic or electrolytb disturbances

Enteral and parenteral methods have to be complementary. In practice, both ways can be conducted simultaneously, for example, during transition from parenteral nutrition to enteral nutrition, for a certain amount of time, depending on patients needs and reactions.
Things to be considered in EN & PN:
Fluid balance
Energy, protein, carbohydrates, lipid, electrolyte, trace elements, and vitamin demands
Strict surveillance of patient conditions, clinically and biochemically.

Penatalaksanaan Nutris Enteral
         Cara ini diperuntukan bagi pasien yang GIT nya masih berfungsi akan tetapi tidak bisa secara Oral
         Nutrisi Enteral dapat diberikan secara bolus atau drip (intermittent atau continuous) yang tetesannya diatur oleh pompa

Komplikasi yang pernah dilaporkan, antara lain :
o         Muntah atau regurgitasi
o         Aspirasi
o         Trauma hidung
o         Rhinitis
o         Sinusitis
o         Esofagitis
o         Diare
Penatalaksanaan Nutrisi Parenteral
Nutrisi perenteral (NP) adalah suatu cara pemberian zat-zat gizi secara lengkap melalui pembuluh vena untuk mencapai keadaan gizi yang adekuat, apabila dengan nutrisi enteral atau oral keadaan adekuat tersebut tidak bisa dicapai. Cara ini bukan tanpa bahaya, karena diperlukan pemantauan yang ketat untuk mencegah komplikasi seperti sepsis dan gangguan keseimbangan metabolik.

Four basic principles to ensure the success of PN
Vein’s catheterization needs to be done aseptically
Regular catheter maintenance
Fluid and their additives preparation and application must be done carefully and precisely.
Strict patient monitoring

Indikasi melalui vena sentral atau parifer
Pemberian melalui vena sentral dimungkinkan apabila :
1. Diperkirakan NP akan berlangsung lama (lebih dari 2 minggu)
2. Pencapaian vena sentral dapat mudah dilakukan
3. Bahaya kontaminasi/infeksi --> kecil

Perawatan kateter minimal 1 kali/hari dan kultur tempat insersi kateter minimal 1 kali/minggu.
Pemberian melalui vena sentral (aliran darah cepat) memungkinkan pengenceran yang cepat pula dari cairan yang hipertonik.
.
Pemberian melalui vena perifer dilakukan :
1. Bila NP hanya diperlukan dalam jangka waktu yang pendek.
2. Bila melalui V. sentral merupakan kontraindikasi
3. Pada pasien-pasien dengan gangguan metabolisme nutrien spt intoleransi glukosa
4. Sepsis
Dengan cara ini sebaiknya kateter dipindahkan setiap 24 sampai 48 jam untuk mencegah flebitis dan memungkinkan vena digunakan kembali.
Komplikasi NP
Komplikasi Tehnik
Emboli udara mungkin terjadi waktu insersi kateter ke pembuluh vena atau waktu “line” dibuka untuk mengganti “tube”; pneumotoraks, atau hidrotoraks pada NP sentral, dan lain-lain.

Komplikasi Septik :
Pasien yang diberi nutrisi NP khususnya yang melalui vena sentral mempunyai resiko terhadap infeksi
Hal ini disebabkan oleh :
a. Status Gizinya
b. Proses-proses penyakitnya
c. Pengobatan yang sering menggunakan antibiotik dan immuno suppresive
d. Selain untuk NPT (nutrisi parenteral total), kateter juga digunakan untuk pengambilan darah transfusi atau pemberian obat-obatan

Komplikasi Metabolik :
Dapat dihindari dengan pemantauan yang ketat parameter laboratorium dan observasi klinik. Komplikasi yang biasanya terjadi berhubungan dengan metabolisme glukosa. Bila terdapat hiperglikemia dan glukosuria, kecepatan pemberian cairan hipertonik glukosa diperlambat atau diberi insulin eksogen.

In summary, many studies have shown the widespread prevalence of malnutrition in hospitalized patients. Malnutrition is frequently linked to complications and adverse health outcomes. Nutritional therapy must become be an integral part of patient care.